BAB
I
PENDAHULUAN
A. Letak,
waktu dan kesampaian lokasi
Praktek
lapang geologi struktur dilaksanakan pada hari jumat tanggal 20 Desember 2013
sampai hari minggu tanggal 22 Desember 2013, praktek ini di kelurahan Daccipong
kecamatan Tanete Riaja, kabupaten Barru. Provinsi Sulawesi
Selatan. Kami star dari kampus universitas negeri makassar pada jam 14.00
dengan menggunakan mobil, dan sampai sekitar pukul 19.00 WITA
B. Alat
dan Bahan (kegunaan)
1. Kompas
geologi digunakan untuk menghitung strike dip, menghitung arah penggambaran,
menghitung arah aliran sungai, dan melakukan intersection dan resection
2. Palu
geologi digunakan untuk mengambil sampel
3. GPS
digunakan untuk mengetahui titik koordinat lokasi stasiun
4. Roll
meter digunakan untuk menghitung luas dimensi setiap stasiun
5. Kantong
sampel digunakan untuk menyimpan sampel
6. Clip
board digunakan sebagai pengalas peta
7. Pensil
HB digunakan sebagai alat tulis
8. Buku
lapangan digunakan untuk menulis apa saja fenomena yang di dapat di lapangan
9. Peta
geologi digunakan untuk megetahui apa saja yang akan kita jumpai dilapangan
10. Mistar
dan busur digunakan untuk menggaris
11. Pensil
warna digunakan untuk mewarnai setiap jenis batuan
12. HCL
0,1 digunakan untuk membuktikan batuan yang mengandung karbonat(batu gamping)
13. Kertas
A4 digunakan untuk menulis laporan sementara
14. Polpen
digunakan untuk mencatat dan menulis laporan sementara
C. Geomorfologi
Regional Daerah Barru
1. Geomorfologi Regional
Kabupaten Barru dan sekitarnya
merupakan pegunungan dan padan umumnya terdapat didaerah bagian timur,wilayah
bagian barat merupakan pedataran yang relative sempit dan dibatasi oleh selat
makasar.Daerah ini menyempit ke Utara dan dibatasi oleh perbukitan dengan pola
struktur yang rumit,kemudian di sebelah selatan dibatasi oleh pegunungan yang
disusun oleh Batugamping.
Proses Geomorfologi merupakan
perubahan yang dialami oleh permukaan bumi baik secara fisik secara fisik
maupun kimia (THORNBURY 1954) penyebab dari proses perubahan tersebut dapat
dibagi atas 2 golongan yaitu :
Ø Tenaga Eksogen
Tenaga ini bersifat merusak,dapat berupa angina,suhu,dan
air.Dengan adanya tenaga Eksogen dapat terjadi proses denudasi berupa
erosi,pelapukan,dan degradasi.
Ø Tenaga Endogen
Tenaga ini cenderung untuk membangun,dapat berupa
gempa,gaya-gaya pembentuk struktur dan vulkanisme akibat dari adanya tenaga
endogen maka dapat terbentuk struktur gunung api dan agradasi.
Dengan adanya tenaga-tenaga tersebut
diatas maka terbentuknya bentang alam dengan kenampakan yang berbeda satu sama
lainnya sesuai dengan tenaga yang mempengaruhi pembentukannya.
Kenampakan bentang alam di daerah
Barru umumnya merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dimana puncaknya sudah
nampak meruncing dan sebagian lagi nampak membulat.Perbedaan tersebut
disebabkan oleh karakteristik masing-masing batuannya.Pengaruh struktur dan
tingkat perkembangan erosi yang telah berlangsung dan akhirnya menghasilkan
kenampakan bentang alam seperti yang nampak sekarang ini.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka
pengelompokan satuan morfologi di daerah Barru dapat dibagi berdasarkan pada
struktur geologi dan batuan penyusunnya serta proses geomorfologi yang
mempengaruhi bentuk permukaan bumi yang nampak sekarang pembagian satuan
morfologi adalah sebagai berikut :.
1)
Satuan
morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-Buludua
Satuan morfologi perbukitan Gawir
sesar Aledjang-Buludua mempunyai sudut kemiringan lereng antara 5-20 %.Satuan
morfologi ini umumnya membentuk jalur gawir sesar turun,menempati daerah-daerah
bagian utara daerah penelitian yang memanjang dari dusun Galungsalawe,Bale,Ampela,dan
Buludua dibagian timur.
Permukaan gawir sesar ini menghadap
ke Selatan dimana permukaan gawirnya telah mengalami proses erosi lebih lanjut
yang ditandai dengan adanya gerakan tanah berupa landslide di Aledjang yang
akibatnya material-material hasil erosi tersebut diendapkan pada dasar
tebing.Kenampakan morfologi akibat pengaruh sesar dapat pula terlihat pada
kenempakan permukaan gawir yang memotong perlapisan batuan dilereng selatan
B.Laposso.Kenampakan lainnya berupa ebing yang terjal dengan dasar-dasar
lembah yang sempit dan landai dapat dijumpai dibeberapa tempat disepanjang
jalur morfologi gawir sesar ini.
Sungai yang mengalir pada daerah
satuan morfologi ini adalah sungai watu dengan beberaa anak sungai yang
mengalir dari arah timur ke barat dengan tipe genetic sungai Obsekuen.Satuan
batuan yang menyusun satuan morfologi ini adalah Breksi,Batugamping,dan Napal.
Proses erosi yang bekerja pada
daerah ini relative besar karena sifat batuannya yang kurang resisten dan
adanya aktivitas penduduk setempat yang mengadakan pengolahan lahan untuk
diguinakan sebagai daerah permukiman,perkebunan,dan persawahan yang mempercepat
terjadinya erosi.
2)
Satuan
morfologi pegunungan denudasi B.Masula-B.Pitu
Penamaan satuan morfologi ini
didasarkan pada proses geomorfologi serta bentuk morfologi dan keadaan fisik
batuan sebagai hasil dari aktivitas denudasi yang terjadi dan dominant terdapat
pada derah tersebutAktivitas denudasi berupa proses pelapukan,erosi,dan
longsoran merupakan kegiatan yang dapat merombak dan membentuk permukaan bumi.
Satuan morfologi pegunungan denudasi
B.Musula-B.Pitu menyabar dibagian timur laut B.Laposso (931 m).Penyebaran
satuan morfologi ini meliputi beberapa daerah pegunungan yang memenjang dari
arah barat ke timur yaitu B.Matjekke (431 m),B.dua (938 m)
danm B.Musula (819 m).B.Matonrong (903 m).B.Pitu (342 m),dan Kalukku (407 m)
dengan sudut kemiringan antara 10-70 % Terdapat bebrapa perbukitan disekitar
B.Pitu,B.Masula,dan B.Matonrong dengan arah penyebaran pegunungan bukit yang
memanjang dari barat laut tenggara.
Aktivitas denudasi dipegunungan
seperti B.dua memperlihatkan danya sisa-sisa erosi dan pelapukan yang mengikis
senagian pegunungan tersebut.Pada beberapa tempat ditemukan adanya bukit-bukit
kecil tumpul yang terbentuk akibat adanya pengaruh erosi dan pelapukan dimana
keadaan soil pada bagian puncak bukit sangat tipis namun pada bagian lembah
yang mempunyai soil yang tebal.
Sungai yang mengalir pada satuan
morfologi ini adlah S.Birunga dengan beberapa anak sungainya yang mempunyai
pola aliran dentritik dengan tipe genetik sungai Obsekuen.Satuan batuan yang
menyusun satuan morfologi pegunungan denudasi ini pada umumnya terdiri dari
breksi vulkanik kecuali pada daerah B.dua dan B.Matjekke batuan penyusunnya
terdiri dari dari batuan beku andesit dan diorite yang merupakan satuan intrusi
bentuk sill.Satuan morfologi ini sebagian digunakan oleh penduduk setempat
sebagai daerah permukiman dan persawahan.
2. Pola Aliran Sungai
Sungai yang mengalir didaerah ini
adalah sungai watu yang terletak didaerah barat laut dan mengalir dari arah
timur ke barat dengan aliran tang tidak teratur sungai-sungai tersebut mengalir
pada satuan napal dan breksi batugamping.Sungai urunga dengan beberapa anak
sungainya terdapat disebelah selatan dengan aliran tegak lurus dengan sungai
utama.Sungai umpung yang mengalir dari arah barat ke timur dan sungai ule
mengalir dari arah utara ke selatan.Sungai tersebut mengalir pada satuan breksi
vulkanik batugamping dan serpih.
Berdasarkan pada kenampakan dan data-data
yang telah disebutkan maka dapatlah disimpulkan bahwa pola aliran sungainya
adalah aliran rectangular dan dentritik.
3. Tipe Genetik Sungai.
Sungai-sungai yang mengalir didaerah
Barru pada umumnya menunjukkan aliran yang berlawanan dengan arah kemiringan
perlapisan batuan,sehingga dengan demikian dapat digolongkan sebagai sungai
dengan tipe aliran Obsekuen.
4. Kuantitas air sungai
Sungai-sungai yang terdapat di Barru
termasuk jenis sungai periodic dimana kuantitas airnya besar,pada musim hujan
tetapi pada musim kemarau airnya kecil atau kering.
5. Stadia Daerah
Daerah Barru umumnya memperlihatkan
kenampakan bentang akam berupa perbukitan dan pegunungan yang sebagian sudah
tampak meruncing dan setempat-setempat terjadi penggundulan pada
bukit-bukit.Bentuk lembah umumnya masih sempit dengan lereng terjal pada proses
erosi lebih lanjut.
Sebagian sungai nampak menempati
dasar lembah dan relative lurus dengan aliran yang tidak begitu deras,disamping
itu pula dataran pedaratan belum begitu meluas.
Berdasarkan pada kenampakan dari
cirri-ciri bentang alam seperti yang telah disebutkan maka dapatlah disimpulkan
bahwa stadia daerah termasuk dalam stadia muda manjelang Dewasa.
D. Geomorfologi Daerah Bulu Bottosowa
dan Sekitarnya
Berdasarkan morfologi dan
morfometrinya pada daerah penelitian didapati dua bentang alam yaitu bentang
alam pedataran denudasional, dan bentang alam perbukitan bergelombang
1. Bentang alam denudasional,
Bentang alam denudasional terdapat 45 % dari daerah penelitian.
Adapun litologi yang dijumpai yaitu
terdapat batuan sedimen dan batuan beku(gabro), pada daerah ini digunakan
sebagai lahan pemukiman dan persawahan.
2. Bentang alam pebukitan bergelombang
Bentang alam perbukitan bergelombang terdapat 55% dari
daerah penelitian, pada bentang alam ini terdapat litologi yaitu jenis batuan
sedimen. Pada daerah bentang alam ini tidak terdapat penggunaan lahan
3. Sungai
Sungai yang mengalir didaerah ini
adalah sungai watu yang terletak didaerah barat laut dan mengalir dari arah
timur ke barat dengan aliran yang tidak teratur sungai-sungai tersebut mengalir
pada satuan napal dan breksi batugamping
a. Jenis sungai
· Sungai permanen yaitu sungai yang
airnya tetap ada meskipun musim kemarau
· Sungai periodic adalah
sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau
airnya kecil
· Sungai episodic yaitu sungai
yang pada musim kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak
Pada
daerah penelitian terdapat jenis sungai permanen yaitu sungai yang airnya tetap
ada meskipun musim kemarau dengan debit yang tinggi, sungai ini terdapat di
watu (sungai watu), dan sungai lakeppo.
b. Tipe genetic sungai
· Insekuen yaitu tipe sungai yang
tidak mempunyai kedudukan
· Obsekuen yaitu tipe sungai yang arah
alirannya berlawanan dengan arah kemiringan perlapisan
· Konsekuen yaitu tipe sungai yang
arah alirannya searah dengan arah kemiringan perlapisan
· Subsekuen yaitu tipe genetic sungai
yang arah alirannya searah dengan arah strikenya
Pada daerah penelitian teradapat
tipe genetic sungai subsekuen yaitu sungai yang arah alirannya searah dengan
arah strikenya, sungai ini terdapat di daerah watu (sungai watu), dan terdapat
pula tipe genetic insekuen yaitu tipe genetic sungai yang tidak mempunyai
kedudukan, sungai ini terdapat di Lakeppo.
c. Pola aliran
Pada daerah penelitian dijumpai pola
aliran denritik yaitu pola aliran yang tidak teratur.
Pola alirannya seperti pohon, di mana
sungai induk memperoleh aliran dari anak sungainya. Pola aliran sungai ini
terdapat pada daerah watu
d. Stadia
sungai
Pada
daerah penelitian di jumpai sungai dewasa ke tua, berdasarkan ciri-ciri yang
terlihat, yaitu memiliki arus yang lemah, terdapat endapan yang banyak, sedimen
yang banyak dipinggiran sungai dan sungai ini muai melebar.
4. Stadia Daerah
Berdasarkan aspek geomorfologi pada
daerah penelitin, stadia daerahnya tergolong dari dewasa menjadi tua.
5. Cuesta
Kuesta
(cuesta) adalah bukit atau gunung yang mempunyai dua kemiringan lereng berbeda.
Permukaan lereng yang landai searah dengan bidang perlapisan sedangkan sisi
lereng yang curam memotong bidang perlapisan
BAB II
STRATIGRAFI
A. stratigrafi regional barru
Daerah Barru disusun oleh beberapa satuan batuan dan
tersebar pada jenis bentang alam yang berbeda atau berfariasi dan telah
mengalami gangguan struktur sehingga menyebabkan jurus dan kemiringan
perlapisan batuan menjadi tidak beraturan.Sebagian batuannya telah mengalami
pelapukan dan peremukan hingga nampak kurang segar terutama pada napal.
Pengelompokkan dan penamaan satuan batuan didasarakan atas
cirri-ciri fisik dilpangan, jenis batuan, posisi stratigrafi dan hubungan
tektonik antar batuan dapat dikorelasikan secara vertical maupun lateral dan
dapat dipetakan dalam skala 1 : 25.000.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka satuan batuan
dapat digolongkan dalam 5 (lima) satuan,mulai dari satuan batuan yang muda
sampai yang ke tertua yaitu sebagai berikut :
a)
Satuan serpih balangbaru
Penyebaran batuan ini tidak terlalau
meluas yang menempati bagian sungai umpung dengan arah umum perlapisan
baratdaya-timur laut. Ciri litologi berwarna segar ungu dan jika lapuk berwarna
abu-abu dengan tekstur klastik halus berukuran lempung, dan ketebalan
perlapisan berukuran antara 1-10 cm. Ukuran butir lempung dan struktur
berlapis.
Lingkungan pengendapannya dari
satuan serpih ini didasarkan ciri-ciri litologi dimana
dijmpai perlapisan tipis dengan ukuran butir lempung yang menunjukkan
lingkungan pengendapan tenang atau laut dalam.
Penentuan umur serpih diperkirakan
berumur kapur termasuk dalam formasi Balangbaru. Hubungan stratigrafi dengan
litologi diatasnya adalah tidak selaras.
b)
Satuan batupasir Mallawa
Penamaan satuan batuan ini
didasarkan atas dominasi dan pelemparan batuan penyusunnya serta cirri-ciri
litologi. Penyebaran satuan batupasir ini meliputi bagian barat daerah Barru
dengan arah umum perapisan berarah Utara-Selatan. Kenampakan satuan
batuan ini menunjukkan adanya kesan perlapisan, dalam keadaan segar
berwarna kuning kecoklatan, tekstur klastik kasar, mengandung mineral kuarsa.
Dalam satuan ini terdapat angota-anggota berupa batupasir, konglomerat,
batulanau, batulempung dan napal.Dengan sisipan batubar berupa lensa.
Umur satuan batuan ini diperkirakan
antar Paleosen sampai Eosen Bawah, hubungan stratigrafi dengan satuan
batuan dibawahnya adaklah tidak selarasa dengan satuan batuan diatasnya.
c)
Satuan breksi batugamping
Penamaan satuan batuan ini
didasarakan pada dominasi dan pelemparan batuan penyusunnya. Ciri litologi
kompak dan keras serta bersifat karbonatan. Batruan ini terdiri atas fragmen
berupa sekis,glaukonit,kuarsit, batugamping dan fosil serta matriks berupa
lempung. Berdasarkan hal tersebut diatas makasatuan batuan ini dinamakan satuan
breksi batugamping
Penyebaranm satuan ini meliputi
sebelah barat alut dan sebagaian didaerah Buludua, yang pada umumnya menempati
daerah satuan morfologi perbukitana gawir sesar Aleojang Buludua denga nsudut
kemiringan lereng antara 10-20 %. Arah umum perlapisan batau relatif berarah
baratlaut-tenggara dengan sudut kemiringan 25-37. ketebalan relative satuan
breksi batugaming adalah 264 m.
Kenampakan satuan breksi batugamping
menunjukkan adanya kesan perlapisan umum namun adapula yang terdapat dalam
bentuk bongkahan. Tebal lapisan antara 16-60 cm. berwarna putikh
kekuning-kuningan dalam keadaan segar dan lapuk berwarna abu-abu kehitaman.
Klastik kasar dengan sortasi jelek dan mengandung fosil,mineral
glukonit,muskovit,dan sekis.
Fosil yang dijumpai berupa
foraminifera besar yaitu Nummulites gizehensis TAMARCK dan
Discocyline indopacticia GALLOWAY. Berdasarkan cirri-ciri litologi dimana
ada dijumpai perlapisan dengan tebal yang berbeda, disusun oleh mineral mineral
berbutier kasar dengan pemilahan jelek dan kehadiran mineral glaukonit.
Penetuan umur dari satuan ini dari
satuan ini didasarkan atas kandungan fosil yang dijumpai antar Eosen Awal
sampai Eosen Tengah. Hubungan stratigrafi antar satuan breksi batugamping
dengan satuan di bawahnya adalah selaras adan menjemari denga nsatuan Batunapal
yang tidak selaras dengan breksi vulkaik yang berasda diatasnya. Satuan batuan
ini ternmasuk dalam formasi tonasa.
d)
Satuan Napal
Penyebaran satuan ini meliputi
daerah Galungsalawe, Bale, dan Ampele dan sebagian terdapat di daerah timur
laut.Sebagian dar isatuan batuan ini menempati daerah satuan morfologi
perbukitan sesar,gawir aledjang buludua dan sebagian lagi terdapat pada daerah
yang daerahnya relative datar arah umum perlapisan batuan beraraha
baratlaut-tenggara dengan sudut kemiringan antara 23-840
Kenampakan satuan napal menujukkan
adanya perlapisan denga n ketebalan anatar 25-50 cm. dalam keadaan segar,
batuan ini berwarna putih keabuan dan lapuk berwarna kuning keabuan, tekstur
klastik.
Dari hasil analisa secara mikro
paleontology dijumpai fosil foraminifera plantonik yaitu Globigerina boweci
HOLL dan Glubegeris indeks FINLAY sedang fosil foraminifera bentonik yaitu
Textularia agglutinans D` ORBTONY. Berdasarkan kandungan fosi lini
ditentukan lingkungan pengendapanya yaitu pada inner neritik-middle neritik
denga n kedalaman 0-100m, atau lingkungna laut dangkal(TIPSWORD & SITTZER
1975)
Umur satuan ini yaitu Eosen Tengah
bagian bawah(POSTUMA 1970) yang ditentukan dari kandungan fosilnya. Hubungan
stratigrafi antara satuan in derngan batuan yang ada disekitarnya yaitu ssatuan
breksi batugamping menjemari dan dengan satuan breksi vulkanik yang
berada diatatasnya adalah tidak selaras. Satuan ini termasuk dalam
formasi Tonasa
e)
Satuan Breksi Vulkanik
Satuan breksi vulkanik
penyebaranya meliputi beberapa pegunungan yaitu B. laposso, B. masula, B.
matonrong, B. Pitu, B. kaluku serta pemukiman seperti menrong,parjiro
adjenga,baitu,wuruwue dan litae ssebagian pula tersingkap di daerah aliran
sungai kampong Litae, satuan ini menempati daerah satuan morfologi pegununga
ndenudasi B. masula,B. pitu denganarah perlapisan batuan umumnya barat laut
timur tenggara denga nsudut kemiringan antara 16 – 25 %.
Kenampakan dari satuan brekasi
vulaknik ini menampakkan adanya perlapisan denag nkletebalan lapisan antara
35-100 cm. Fragmen batuan breksi vulkainik berupa batuan beku yaitu Basalt,
andesit, matriks tufa yang disemen oleh silica denga nsortasi buruk. Ukuran
fragmen yaitu antara 5-60 cm dan bentuk menyudut tanggung.
Pada satuan ini tidak dijumpai
adanya fosil mikro dan makro sehingga satuan ini disebandingkan dengan batuan
vulkanik camba yang barumur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir. Hubungan
stratigrafi dengan batuan yang ada di atasnya maupun yang ada
diaatasnya adalah tidak selaras.
f)
Satuan batuan beku intrusi
Satuan in terdiri dar idua anggota
yaitu batuan diorite dan batuan andesit. Batuan beku diorite
penyebarannya meliputi daerah B. Matjekke dan sebagian kecil terdapat
disebelah selatan barat laut. Batuan ini menempati daerah satuan morfologi pegunungan
denudasi B.masula, B.pitu, dalam keadaa segar batua ini berwarna abu-abu dengan
struktur kompak,tekstur faneritik dan bentuk kristal subhedral-anhedral ukuran
mineral 1-2,3mm.
Penentuan umur batua ndiorit
disebandingkan dengan hasil peneliti terdahulu (RA SUKAMTO 1982) yaitu berumur
Miosen. Kenampakan batuan ini dalam keadaan segara menampakkan warna abu-abu
kehitaman, struktur vasikuler,tekstur afanitik, komposisi mineral
plagioklas,hornblend. Umur batuan beku andesit ini adalah Miosen berdasarkan hasil
radiometri K/Ar terhadap mineral Hornblende.
B. Stratigrafi Bulu Bottosowa dan
Sekitarnya
Starigrafi pada bulu Bottosowa tersusun atas beberapa satuan
batuan tua ke muda yaitu
a. Satuan serpih
Memiliki cirri fisik yaitu pada
warna segar berwarna abu-abu kehitaman, dan warna lapuk berwarnah abu
kecoklatan. Satuan batuan ini dijumpai pada stasiun 3 dan 4, tepatnya di
sebelah baratnya Bulu Bottosowa. Satuan batuan ini memiliki arah penyebaran
dari arah barat daya ke timur laut.
Berdasarkan lito stratigrafi tidak
resmi maka satuan batuan dapat di sebandingkan dengan formasi BalangBaru.
b. Satuan batu pasir
Satuan batu ini memiliki cirri fisik
yaitu pada warna segar berwarna coklat kehitaman, dan pada warna lapuk berwarna
coklat kekuningan. Satuan batuan ini terdapat pada stasiun 2 dan 5, tepatnya di
padang lampe, yang memiliki arah penyebarang utara timur laut ke selatan
menenggara, dan arah dari barat daya ke timur laut. Berdasarkan lito
stratigrafi tidak resmi maka satuan batuan dapat di sebandingkan dengan formasi
Mallawa.
c. Satuan batuan gamping
Batuan ini memiliki cirri fisik
yaitu pada warna segar berwarnah coklat, dan warna lapuk berwarnah coklat
kekuningan Satuan batuan ini terdapat pada stasiun 1 dan 6, tepatnya pada
daerah watu (sungai watu), yang memiliki arah penyebarang pada stasiun 1 dari
barat laut ke tenggara dan pada stasiun 6 arahnya dari utara barat laut ke
timur menenggara. Berdasarkan lito stratigrafi tidak resmi maka satuan batuan
dapat di sebandingkan dengan formasi Tonasa
d. Intrusi Gabro
Batuan ini memiliki cirri fisik
yaitu pada warna segar berwarnah abu abu dan warna lapuk berwarnah abu abu
kehitaman. Intrusi gabro dijumpai di stasiun 7 tepatnya di Lakeppo
BAB III
STRUKTUR REGIONAL
A. Struktur Regional Daerah Barru
1. Struktur
lipatan
Struktur lipatan adalah suatu bentuk deformasi pada batuan
sediment,batuan vulkanik dan batuan metamorf yang memperlihatkan suatu bentuk
yang mbergelombang (MARI AND P. BTLLINGS 1979)
Struktur lipatan yang berkembang di daerah Barru adalah :
Ø Struktur
sinklin waruwue
Struktur sesar waruwue sebagian besar terletak dibagian
memanjang dari arah baratlaut ke tenggara dengansumbu lip;atana sekitar 10 km
dan mempunyai benatu kyan relative melengkung dan merupakan suat usinklin
asimetris. Satuan batuan yang menglami perlipatan adalah satuan batu
breksi vulkanik yang diperkirakan ikut pula terlipat adalah satuan napal
dan satuan breksi batugamping. Umur dari batuantersebut adal;ah Eosen Awal –
Miosen Akhir ingga diperkirakan bahwa struktur sinklin waruwue terbentuk
setelah Miosen Akhir.
2. Struktur
sesar
Sesar merupakan suatu rekahan pada batuan yang telah
mengalami pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang
berhadapan dan arahnya sejajar denga nbidang patahan (Sukendar Asikin 1979).
Struktur sesar yang dijumpai pada daerah Barru bagia ntimur antar lain :
1. Sesar
Normal Bale
Sesar normal terletak disebelah utara dengan panjang sesar
sekitar 250 m. sesar ini memanjang dari arah barat ke timur melalui dusun
Bale,Galunsawae dan Buludua diptong oleh sesar geser Buludua. Bentuk sesar
normal Bale ini relative melengkung dimana blok bagian selatan ralatif bergerak
turun terhadap blok bagian utara satuan batuan yang tersesarkan terdiri dari
satuan napal dan breksi batugamping
Berdasarkan pada umur batuan termuda yang dilalui satuan
napal dengan umur Eosen Tengah maka diperkirakan sesar normal Bale terbentu
ksetelah Eosen Tengah.
2. Sesar
geser Aledjang
Sesar geser Aledjang terdapat adi sebelah barat laut dan
merupakan sesar geser yang bersifat dexiral. Sesar geser ini mempunyai arah
pergeseran relative ke timur laut-baratdaya denga npanjang pergeseran sekitar
200 m. sesar geser ini dicirikan oleh zona-zona hancuran batuan pada satuan
napal yang ditemukan pad alereng permukaan gawir di dusun Aledjang.
Berdasarkan
pada umur batuan yang termuda yan gdilalui maka diperkirakan bahwa sesar geser
Aledjang terbentuk setelah Miosen Akhir.
3. Sesar
geser Buludua
Sesar geser Buludua terdapat disebelah baratlaut dan
merupakan sesar geser bersifat adextral. Sesar geser ini arah pergeseranya
relative berarah baratlaut, tenggara dengan panjang pergeseran sekitar 2 km.
satuan batuan yang dilaluinya terdiri atas napal dan satuan breksi gampingan
akibat adanya sesar ini banyak ditemukan mata air disekitar daerah
Bulubua.
Berdasarkan pada batuan termuda yang dilauinya yaitu satuan
breksi vulkanik maka diperkirakan sesar ini terbentuk setelah Miosen Akhi
B. Struktur
Regional Daerah Bulu Bottosowa dan Sekitarnya
Kekar (joint) merupakan rekahan pada batuan, dimana
tidak ada atau sedikit sekali mengalami pergeseran (Billings,1968). Hal – hal yang diidentifikasi dalam pengamatan
karakteristik kekar di lapangan, meliputi posisi kekar pada singkapan
batuan, mengukur kedudukan kekar, serta pengambilan data kekar.
Adapun kriteria penentuan jenis kekar
pada daerah penelitian umumnya berdasarkan bentuk. Klasifikasi kekar berdasarkan bentuknya, (Hodgson dalam
Asikin, 1979) terdiri atas :
ü
Kekar sistematik, yaitu kekar yang umumnya selalu
dijumpai dalam bentuk pasangan. Tiap pasangannya ditandai oleh arahnya yang
serba sejajar atau hampir sejajar jika dilihat dari kenampakan di atas
permukaan.
ü
Kekar tak sistematik, yaitu kekar yang tidak teratur
susunannya, dan biasanya tidak memotong kekar yang lainnya dan permukaannya
selalu melengkung dan berakhir pada bidang perlapisan.
Kami
mendapat kekar pada pengukuran di stasiun 3, di stasiun ini kami melakukan
pengukuran diberbagai tempat, ada yang dibawah rumah dan disamping perumahan. Berdasarkan bentuknya, kekar yang dijumpai pada daerah
penelitian adalah kekar sistematik yang
ditandai dengan kekar yang berpasangan, saling
berpotongan dan membentuk pola tertentu.
Tabel
data kekar
No
|
Strike
(NoE)
|
Dip
(..o)
|
1
|
150
|
550
|
2
|
100
|
50
|
3
|
212
|
68
|
4
|
120
|
84
|
5
|
167
|
27
|
6
|
332
|
32
|
7
|
40
|
45
|
8
|
155
|
46
|
9
|
202
|
88
|
10
|
9
|
44
|
11
|
188
|
52
|
12
|
334
|
25
|
C. Bahan
Galian (pemanfaatan)
Bahan galian merupakan salah satu
sumberdaya alam yang sangat potensial mencakup di dalamnya adalah segala jenis
sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat.
Definisi bahan galian adalah bahan yang dijumpai di alam baik berupa unsur
kimia, mineral, bijih atapun segala macam batuan. Dalam pengertiannya termasuk
bahan yang terbentuk padat misalnya emas, perak, batugamping, lempung dan lain
– lain yang berbentuk cair misalnya minyak bumi, yodium dan lain – lain,
sedangkan yang berbentuk gas, misalnya gas alam ( Sukandarrumidi, 1999 ).
Pemanfaatan
bahan galian di Indonesia, diatur dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2009 pada bab
vi pasal 34 tentang usaha pertambangan. Dalam pasal tersebut usaha
pertamabangan dibagi menjadi 3 ayat, yaitu :
1. Usaha
pertambangan dikelompokkan atas :
a. Pertambangan
mineral, dan
b. Pertambangan
batubara.
2. Pertambangan
mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digolongkan atas :
a. Pertambangan
mineral radioaktif,
b. Pertambangan
mineral logam,
c. Pertambangan
mineral bukan logam dan
d. Pertambangan
batuan.
3. Ketentuan
lebih lanjut mengenai penetapan suatu komoditas tambang ke dalam suatu golongan
pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan
pemerintah.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil
dari penelitian morfologi pada daerah Dacipong Kabupaten Barru Sulawesi Selatan
ialah bahwa pada daerah ini terdapat berbagai macam relief, baik dalam bentuk
pegunungan, bukit, maupun sungainya. Serta berbagai macam litologi di dalamnya
seperti batuan beku, sedimen dan metamorf serta berbagai bentuk data
geomorfologi seperti tata guna lahan, tingkat pelapukan, vegetasi, soil, dan
sebagainya.
LAMPIRAN
Gambar 1. Satuan Batu Gamping
Gambar 2. Satuan serpih
Gambar 3. Satuan serpih
Gambar 4. Satuan batuan gamping
Gambar 5. Satuan batuan pasir
Gambar 6. Satuan batu gamping
Gambar 7. Intrusi gabro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar