Kamis, 03 April 2014

laporan GSL



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Letak, waktu dan kesampaian lokasi
Praktek lapang geologi struktur dilaksanakan pada hari jumat tanggal 20 Desember 2013 sampai hari minggu tanggal 22 Desember 2013, praktek ini di kelurahan Daccipong kecamatan Tanete Riaja, kabupaten Barru. Provinsi Sulawesi Selatan. Kami star dari kampus universitas negeri makassar pada jam 14.00 dengan menggunakan mobil, dan sampai sekitar pukul 19.00 WITA
B.       Alat dan Bahan (kegunaan)
1.      Kompas geologi digunakan untuk menghitung strike dip, menghitung arah penggambaran, menghitung arah aliran sungai, dan melakukan intersection dan resection
2.      Palu geologi digunakan untuk mengambil sampel
3.      GPS digunakan untuk mengetahui titik koordinat lokasi stasiun
4.      Roll meter digunakan untuk menghitung luas dimensi setiap stasiun
5.      Kantong sampel digunakan untuk menyimpan sampel
6.      Clip board digunakan sebagai pengalas peta
7.      Pensil HB digunakan sebagai alat tulis
8.      Buku lapangan digunakan untuk menulis apa saja fenomena yang di dapat di lapangan
9.      Peta geologi digunakan untuk megetahui apa saja yang akan kita jumpai dilapangan
10.  Mistar dan busur digunakan untuk menggaris 
11.  Pensil warna digunakan untuk mewarnai setiap jenis batuan
12.  HCL 0,1 digunakan untuk membuktikan batuan yang mengandung karbonat(batu gamping)
13.  Kertas A4 digunakan untuk menulis laporan sementara
14.  Polpen digunakan untuk mencatat dan menulis laporan sementara

C.       Geomorfologi Regional Daerah Barru
1.    Geomorfologi Regional
Kabupaten Barru dan sekitarnya merupakan pegunungan dan padan umumnya terdapat didaerah bagian timur,wilayah bagian barat merupakan pedataran yang relative sempit dan dibatasi oleh selat makasar.Daerah ini menyempit ke Utara dan dibatasi oleh perbukitan dengan pola struktur yang rumit,kemudian di sebelah selatan dibatasi oleh pegunungan yang disusun oleh Batugamping.
Proses Geomorfologi merupakan perubahan yang dialami oleh permukaan bumi baik secara fisik secara fisik maupun kimia (THORNBURY 1954) penyebab dari proses perubahan tersebut dapat dibagi atas 2 golongan yaitu :
Ø  Tenaga Eksogen
Tenaga ini bersifat merusak,dapat berupa angina,suhu,dan air.Dengan adanya tenaga Eksogen dapat terjadi proses denudasi berupa erosi,pelapukan,dan degradasi.
Ø  Tenaga Endogen
Tenaga ini cenderung untuk membangun,dapat berupa gempa,gaya-gaya pembentuk struktur dan vulkanisme akibat dari adanya tenaga endogen maka dapat terbentuk struktur gunung api dan agradasi.
Dengan adanya tenaga-tenaga tersebut diatas maka terbentuknya bentang alam dengan kenampakan yang berbeda satu sama lainnya sesuai dengan tenaga yang mempengaruhi pembentukannya.
Kenampakan bentang alam di daerah Barru umumnya merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dimana puncaknya sudah nampak meruncing dan sebagian lagi nampak membulat.Perbedaan tersebut disebabkan oleh karakteristik masing-masing batuannya.Pengaruh struktur dan tingkat perkembangan erosi yang telah berlangsung dan akhirnya menghasilkan kenampakan bentang alam seperti yang nampak sekarang ini.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka pengelompokan satuan morfologi di daerah Barru dapat dibagi berdasarkan pada struktur geologi dan batuan penyusunnya serta proses geomorfologi yang mempengaruhi bentuk permukaan bumi yang nampak sekarang pembagian satuan morfologi adalah sebagai berikut :.
1)        Satuan morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-Buludua
Satuan morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-Buludua mempunyai sudut kemiringan lereng antara 5-20 %.Satuan morfologi ini umumnya membentuk jalur gawir sesar turun,menempati daerah-daerah bagian utara daerah penelitian yang memanjang dari dusun Galungsalawe,Bale,Ampela,dan Buludua dibagian timur.
Permukaan gawir sesar ini menghadap ke Selatan dimana permukaan gawirnya telah mengalami proses erosi lebih lanjut yang ditandai dengan adanya gerakan tanah berupa landslide di Aledjang yang akibatnya material-material hasil erosi tersebut diendapkan pada dasar tebing.Kenampakan morfologi akibat pengaruh sesar dapat pula terlihat pada kenempakan permukaan gawir yang memotong perlapisan batuan dilereng selatan B.Laposso.Kenampakan lainnya berupa ebing yang terjal dengan dasar-dasar  lembah yang sempit dan landai dapat dijumpai dibeberapa tempat disepanjang jalur morfologi gawir sesar ini.
Sungai yang mengalir pada daerah satuan morfologi ini adalah sungai watu dengan beberaa anak sungai yang mengalir dari arah timur ke barat dengan tipe genetic sungai Obsekuen.Satuan batuan yang menyusun satuan morfologi ini adalah Breksi,Batugamping,dan Napal.
Proses erosi yang bekerja pada daerah ini relative besar karena sifat batuannya yang kurang resisten dan adanya aktivitas penduduk setempat yang mengadakan pengolahan lahan untuk diguinakan sebagai daerah permukiman,perkebunan,dan persawahan yang mempercepat terjadinya erosi.
2)        Satuan morfologi pegunungan denudasi B.Masula-B.Pitu
Penamaan satuan morfologi ini didasarkan pada proses geomorfologi serta bentuk morfologi dan keadaan fisik batuan sebagai hasil dari aktivitas denudasi yang terjadi dan dominant terdapat pada derah tersebutAktivitas denudasi berupa proses pelapukan,erosi,dan longsoran merupakan kegiatan yang dapat merombak dan membentuk permukaan bumi.
Satuan morfologi pegunungan denudasi B.Musula-B.Pitu menyabar dibagian timur laut B.Laposso (931 m).Penyebaran satuan morfologi ini meliputi beberapa daerah pegunungan yang memenjang dari arah barat ke timur yaitu B.Matjekke    (431 m),B.dua (938 m) danm B.Musula (819 m).B.Matonrong (903 m).B.Pitu (342 m),dan Kalukku (407 m) dengan sudut kemiringan antara 10-70 % Terdapat bebrapa perbukitan disekitar B.Pitu,B.Masula,dan B.Matonrong dengan arah penyebaran pegunungan bukit yang memanjang dari barat laut tenggara.
Aktivitas denudasi dipegunungan seperti B.dua memperlihatkan danya sisa-sisa erosi dan pelapukan yang mengikis senagian pegunungan tersebut.Pada beberapa tempat ditemukan adanya bukit-bukit kecil tumpul yang terbentuk akibat adanya pengaruh erosi dan pelapukan dimana keadaan soil pada bagian puncak bukit sangat tipis namun pada bagian lembah yang mempunyai soil yang tebal.
Sungai yang mengalir pada satuan morfologi ini adlah S.Birunga dengan beberapa anak sungainya yang mempunyai pola aliran dentritik dengan tipe genetik sungai Obsekuen.Satuan batuan yang menyusun satuan morfologi pegunungan denudasi ini pada umumnya terdiri dari breksi vulkanik kecuali pada daerah B.dua dan B.Matjekke batuan penyusunnya terdiri dari dari batuan beku andesit dan diorite yang merupakan satuan intrusi bentuk sill.Satuan morfologi ini sebagian digunakan oleh penduduk setempat sebagai daerah permukiman dan persawahan.
2.    Pola Aliran Sungai
Sungai yang mengalir didaerah ini adalah sungai watu yang terletak didaerah barat laut dan mengalir dari arah timur ke barat dengan aliran tang tidak teratur sungai-sungai tersebut mengalir pada satuan napal dan breksi batugamping.Sungai urunga dengan beberapa anak sungainya terdapat disebelah selatan dengan aliran tegak lurus dengan sungai utama.Sungai umpung yang mengalir dari arah barat ke timur dan sungai ule mengalir dari arah utara ke selatan.Sungai tersebut mengalir pada satuan breksi vulkanik batugamping dan serpih.
Berdasarkan pada kenampakan dan data-data yang telah disebutkan maka dapatlah disimpulkan bahwa pola aliran sungainya adalah aliran rectangular dan dentritik.
3.    Tipe Genetik Sungai.
Sungai-sungai yang mengalir didaerah Barru pada umumnya menunjukkan aliran yang berlawanan dengan arah kemiringan perlapisan batuan,sehingga dengan demikian dapat digolongkan sebagai sungai dengan tipe aliran Obsekuen.
4.    Kuantitas air sungai
Sungai-sungai yang terdapat di Barru termasuk jenis sungai periodic dimana kuantitas airnya besar,pada musim hujan tetapi pada musim kemarau airnya kecil atau kering.
5.    Stadia Daerah
Daerah Barru umumnya memperlihatkan kenampakan bentang akam berupa perbukitan dan pegunungan yang sebagian sudah tampak meruncing dan setempat-setempat terjadi penggundulan pada bukit-bukit.Bentuk lembah umumnya masih sempit dengan lereng terjal pada proses erosi lebih lanjut.
Sebagian sungai nampak menempati dasar lembah dan relative lurus dengan aliran yang tidak begitu deras,disamping itu pula dataran pedaratan belum begitu meluas.
Berdasarkan pada kenampakan dari cirri-ciri bentang alam seperti yang telah disebutkan maka dapatlah disimpulkan bahwa stadia daerah termasuk dalam stadia muda manjelang Dewasa.
D.      Geomorfologi Daerah Bulu Bottosowa dan Sekitarnya
Berdasarkan morfologi dan morfometrinya pada daerah penelitian didapati dua bentang alam yaitu bentang alam pedataran denudasional, dan bentang alam perbukitan bergelombang
1.    Bentang alam denudasional,
Bentang alam denudasional terdapat 45 % dari daerah penelitian. Adapun  litologi yang dijumpai yaitu terdapat batuan sedimen dan batuan beku(gabro), pada daerah ini digunakan sebagai lahan pemukiman dan persawahan.
2.    Bentang alam pebukitan bergelombang
Bentang alam perbukitan bergelombang terdapat 55% dari daerah penelitian, pada bentang alam ini terdapat litologi yaitu jenis batuan sedimen. Pada daerah bentang alam ini tidak terdapat penggunaan lahan
3.    Sungai
Sungai yang mengalir didaerah ini adalah sungai watu yang terletak didaerah barat laut dan mengalir dari arah timur ke barat dengan aliran yang tidak teratur sungai-sungai tersebut mengalir pada satuan napal dan breksi batugamping
a.    Jenis sungai
·      Sungai permanen yaitu sungai yang airnya tetap ada meskipun musim kemarau
·      Sungai periodic adalah sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil
·      Sungai episodic yaitu sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak
Pada daerah penelitian terdapat jenis sungai permanen yaitu sungai yang airnya tetap ada meskipun musim kemarau dengan debit yang tinggi, sungai ini terdapat di watu (sungai watu), dan sungai lakeppo.
b.    Tipe genetic sungai
·      Insekuen yaitu tipe sungai yang tidak mempunyai kedudukan
·      Obsekuen yaitu tipe sungai yang arah alirannya berlawanan dengan arah kemiringan perlapisan
·      Konsekuen yaitu tipe sungai yang arah alirannya searah dengan arah kemiringan perlapisan
·      Subsekuen yaitu tipe genetic sungai yang arah alirannya searah dengan arah strikenya
Pada daerah penelitian teradapat tipe genetic sungai subsekuen yaitu sungai yang arah alirannya searah dengan arah strikenya, sungai ini terdapat di daerah watu (sungai watu), dan terdapat pula tipe genetic insekuen yaitu tipe genetic sungai yang tidak mempunyai kedudukan, sungai ini terdapat di Lakeppo.
c.    Pola aliran
Pada daerah penelitian dijumpai pola aliran denritik yaitu pola aliran yang tidak teratur. Pola alirannya seperti pohon,  di mana sungai induk memperoleh aliran dari anak sungainya. Pola aliran sungai ini terdapat pada daerah watu
d.   Stadia sungai
Pada daerah penelitian di jumpai sungai dewasa ke tua, berdasarkan ciri-ciri yang terlihat, yaitu memiliki arus yang lemah, terdapat endapan yang banyak, sedimen yang banyak dipinggiran sungai dan sungai ini muai melebar.
4.    Stadia Daerah
Berdasarkan aspek geomorfologi pada daerah penelitin, stadia daerahnya tergolong dari dewasa menjadi tua.
5.    Cuesta
Kuesta (cuesta) adalah bukit atau gunung yang mempunyai dua kemiringan lereng berbeda. Permukaan lereng yang landai searah dengan bidang perlapisan sedangkan sisi lereng yang curam memotong bidang perlapisan


BAB II
STRATIGRAFI
A.      stratigrafi regional barru
Daerah Barru disusun oleh beberapa satuan batuan dan tersebar pada jenis bentang alam yang berbeda atau berfariasi dan telah mengalami gangguan struktur sehingga menyebabkan jurus dan kemiringan perlapisan batuan menjadi tidak beraturan.Sebagian batuannya telah mengalami pelapukan dan peremukan hingga nampak kurang segar terutama pada napal.
Pengelompokkan dan penamaan satuan batuan didasarakan atas cirri-ciri fisik dilpangan, jenis batuan, posisi stratigrafi dan hubungan tektonik antar batuan dapat dikorelasikan secara vertical maupun lateral dan dapat dipetakan dalam skala  1 : 25.000.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka satuan batuan dapat digolongkan dalam 5 (lima) satuan,mulai dari satuan batuan yang muda sampai yang ke tertua yaitu sebagai berikut :
a)         Satuan serpih balangbaru
Penyebaran batuan ini tidak terlalau meluas yang menempati bagian sungai umpung dengan arah umum perlapisan baratdaya-timur laut. Ciri litologi berwarna segar ungu dan jika lapuk berwarna abu-abu dengan tekstur klastik halus berukuran lempung, dan ketebalan perlapisan berukuran antara 1-10 cm. Ukuran butir lempung dan struktur berlapis.
Lingkungan pengendapannya dari satuan serpih ini didasarkan ciri-ciri   litologi dimana dijmpai perlapisan tipis dengan ukuran butir lempung yang menunjukkan lingkungan pengendapan tenang atau laut dalam.
Penentuan umur serpih diperkirakan berumur kapur termasuk dalam formasi Balangbaru. Hubungan stratigrafi dengan litologi diatasnya adalah tidak selaras.
b)        Satuan batupasir Mallawa
Penamaan satuan batuan ini didasarkan atas dominasi dan pelemparan batuan penyusunnya  serta cirri-ciri litologi. Penyebaran satuan batupasir ini meliputi bagian barat daerah Barru dengan arah umum perapisan berarah Utara-Selatan. Kenampakan satuan batuan  ini menunjukkan adanya kesan perlapisan, dalam keadaan segar berwarna kuning kecoklatan, tekstur klastik kasar, mengandung mineral kuarsa. Dalam satuan ini terdapat angota-anggota berupa batupasir, konglomerat, batulanau, batulempung dan napal.Dengan sisipan batubar berupa lensa.
Umur satuan batuan ini diperkirakan antar  Paleosen sampai Eosen Bawah, hubungan stratigrafi dengan satuan batuan dibawahnya adaklah tidak selarasa dengan satuan batuan diatasnya.
c)         Satuan breksi batugamping
Penamaan satuan batuan ini didasarakan pada dominasi dan pelemparan batuan penyusunnya. Ciri litologi kompak dan keras serta bersifat karbonatan. Batruan ini terdiri atas fragmen berupa sekis,glaukonit,kuarsit, batugamping dan fosil serta matriks berupa lempung. Berdasarkan hal tersebut diatas makasatuan batuan ini dinamakan satuan breksi batugamping
Penyebaranm satuan ini meliputi sebelah barat alut dan sebagaian didaerah Buludua, yang pada umumnya menempati daerah satuan morfologi perbukitana gawir sesar Aleojang Buludua denga nsudut kemiringan lereng antara 10-20 %. Arah umum perlapisan batau relatif berarah baratlaut-tenggara dengan sudut kemiringan 25-37. ketebalan relative satuan breksi batugaming adalah 264 m.
Kenampakan satuan breksi batugamping menunjukkan adanya kesan perlapisan umum namun adapula yang terdapat dalam bentuk bongkahan. Tebal lapisan antara 16-60 cm. berwarna putikh kekuning-kuningan dalam keadaan segar dan lapuk berwarna abu-abu kehitaman. Klastik kasar dengan sortasi jelek dan mengandung fosil,mineral glukonit,muskovit,dan sekis.
Fosil yang dijumpai berupa foraminifera besar yaitu Nummulites gizehensis    TAMARCK dan Discocyline indopacticia  GALLOWAY. Berdasarkan cirri-ciri litologi dimana ada dijumpai perlapisan dengan tebal yang berbeda, disusun oleh mineral mineral berbutier kasar dengan pemilahan jelek dan kehadiran mineral glaukonit.
Penetuan umur dari satuan ini dari satuan ini didasarkan atas kandungan fosil yang dijumpai antar Eosen Awal sampai Eosen Tengah. Hubungan stratigrafi  antar satuan breksi batugamping dengan satuan di bawahnya adalah selaras adan menjemari denga nsatuan Batunapal yang tidak selaras dengan breksi vulkaik yang berasda diatasnya. Satuan batuan ini ternmasuk dalam formasi tonasa.
d)        Satuan Napal
Penyebaran satuan ini meliputi daerah Galungsalawe, Bale, dan Ampele dan sebagian terdapat di daerah timur laut.Sebagian dar isatuan batuan ini menempati daerah satuan morfologi perbukitan sesar,gawir aledjang buludua dan sebagian lagi terdapat pada daerah yang daerahnya relative datar arah umum perlapisan batuan beraraha baratlaut-tenggara dengan sudut kemiringan antara 23-840
Kenampakan satuan napal menujukkan adanya perlapisan denga n ketebalan anatar 25-50 cm. dalam  keadaan segar, batuan ini berwarna putih keabuan dan lapuk berwarna kuning keabuan, tekstur klastik.
Dari hasil analisa secara mikro paleontology dijumpai fosil foraminifera plantonik yaitu Globigerina boweci HOLL dan Glubegeris indeks FINLAY sedang fosil foraminifera bentonik yaitu Textularia agglutinans D` ORBTONY. Berdasarkan kandungan fosi lini ditentukan lingkungan pengendapanya yaitu pada inner neritik-middle neritik denga n kedalaman 0-100m, atau lingkungna laut dangkal(TIPSWORD & SITTZER 1975)
Umur satuan ini yaitu Eosen Tengah bagian bawah(POSTUMA 1970) yang ditentukan dari kandungan fosilnya. Hubungan stratigrafi antara satuan in derngan batuan yang ada disekitarnya yaitu ssatuan breksi batugamping  menjemari dan dengan satuan breksi vulkanik yang berada diatatasnya adalah tidak selaras. Satuan ini termasuk dalam  formasi Tonasa
e)         Satuan Breksi  Vulkanik
Satuan breksi vulkanik penyebaranya  meliputi beberapa pegunungan yaitu B. laposso, B. masula, B. matonrong, B. Pitu, B. kaluku serta pemukiman seperti menrong,parjiro adjenga,baitu,wuruwue dan litae ssebagian pula tersingkap di daerah aliran sungai kampong Litae, satuan ini menempati daerah satuan morfologi pegununga ndenudasi B. masula,B. pitu denganarah perlapisan batuan umumnya barat laut timur tenggara denga nsudut kemiringan antara 16 – 25 %.
Kenampakan dari satuan brekasi vulaknik ini menampakkan adanya perlapisan denag nkletebalan lapisan antara 35-100 cm. Fragmen batuan breksi vulkainik berupa batuan beku yaitu Basalt, andesit, matriks tufa yang disemen oleh silica denga nsortasi buruk. Ukuran fragmen yaitu antara 5-60 cm dan bentuk menyudut tanggung.
Pada satuan ini tidak dijumpai adanya fosil mikro dan makro sehingga satuan ini disebandingkan dengan batuan vulkanik camba yang barumur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir. Hubungan stratigrafi  dengan batuan yang ada  di atasnya maupun yang ada diaatasnya adalah tidak selaras.
f)         Satuan batuan beku intrusi
Satuan in terdiri dar idua anggota yaitu batuan diorite dan batuan andesit.  Batuan beku diorite penyebarannya meliputi daerah  B. Matjekke dan sebagian kecil terdapat disebelah selatan barat laut. Batuan ini menempati daerah satuan morfologi pegunungan denudasi B.masula, B.pitu, dalam keadaa segar batua ini berwarna abu-abu dengan struktur kompak,tekstur faneritik dan bentuk kristal subhedral-anhedral ukuran mineral 1-2,3mm.
Penentuan umur batua ndiorit disebandingkan dengan hasil peneliti terdahulu (RA SUKAMTO 1982) yaitu berumur Miosen. Kenampakan batuan ini dalam keadaan segara menampakkan warna abu-abu kehitaman, struktur vasikuler,tekstur afanitik, komposisi mineral plagioklas,hornblend. Umur batuan beku andesit ini adalah Miosen berdasarkan hasil radiometri K/Ar  terhadap mineral Hornblende.
B.       Stratigrafi Bulu Bottosowa dan Sekitarnya
Starigrafi pada bulu Bottosowa tersusun atas beberapa satuan batuan tua ke muda yaitu
a.       Satuan serpih
Memiliki cirri fisik yaitu pada warna segar berwarna abu-abu kehitaman, dan warna lapuk berwarnah abu kecoklatan. Satuan batuan ini dijumpai pada stasiun 3 dan 4, tepatnya di sebelah baratnya Bulu Bottosowa. Satuan batuan ini memiliki arah penyebaran dari arah barat daya ke timur laut.
Berdasarkan lito stratigrafi tidak resmi maka satuan batuan dapat di sebandingkan dengan formasi BalangBaru.
b.      Satuan batu pasir
Satuan batu ini memiliki cirri fisik yaitu pada warna segar berwarna coklat kehitaman, dan pada warna lapuk berwarna coklat kekuningan. Satuan batuan ini terdapat pada stasiun 2 dan 5, tepatnya di padang lampe, yang memiliki arah penyebarang utara timur laut ke selatan menenggara, dan arah dari barat daya ke timur laut. Berdasarkan lito stratigrafi tidak resmi maka satuan batuan dapat di sebandingkan dengan formasi Mallawa.

c.       Satuan batuan gamping
Batuan ini memiliki cirri fisik yaitu pada warna segar berwarnah coklat, dan warna lapuk berwarnah coklat kekuningan Satuan batuan ini terdapat pada stasiun 1 dan 6, tepatnya pada daerah watu (sungai watu), yang memiliki arah penyebarang pada stasiun 1 dari barat laut ke tenggara dan pada stasiun 6 arahnya dari utara barat laut ke timur menenggara. Berdasarkan lito stratigrafi tidak resmi maka satuan batuan dapat di sebandingkan dengan formasi Tonasa
d.      Intrusi Gabro
Batuan ini memiliki cirri fisik yaitu pada warna segar berwarnah abu abu dan warna lapuk berwarnah abu abu kehitaman. Intrusi gabro dijumpai di stasiun 7 tepatnya di Lakeppo
BAB III
STRUKTUR REGIONAL
A.      Struktur Regional Daerah Barru
1.      Struktur lipatan
Struktur lipatan adalah suatu bentuk deformasi pada batuan sediment,batuan vulkanik dan batuan metamorf yang memperlihatkan suatu bentuk yang mbergelombang (MARI AND P. BTLLINGS 1979)
Struktur lipatan yang berkembang di daerah Barru adalah :
Ø  Struktur sinklin waruwue
Struktur sesar waruwue sebagian besar terletak dibagian memanjang dari arah baratlaut ke tenggara dengansumbu lip;atana sekitar 10 km dan mempunyai benatu kyan relative melengkung dan merupakan suat usinklin asimetris. Satuan batuan yang menglami perlipatan adalah satuan batu breksi  vulkanik yang diperkirakan ikut pula terlipat adalah satuan napal dan satuan breksi batugamping. Umur dari batuantersebut adal;ah Eosen Awal – Miosen Akhir ingga diperkirakan bahwa struktur sinklin waruwue terbentuk setelah Miosen Akhir.       
2.      Struktur sesar
Sesar merupakan suatu rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang berhadapan dan arahnya sejajar denga nbidang patahan (Sukendar Asikin 1979). Struktur sesar yang dijumpai pada daerah Barru  bagia ntimur antar lain :
1.      Sesar Normal Bale
Sesar normal terletak disebelah utara dengan panjang sesar sekitar 250 m. sesar ini memanjang dari arah barat ke timur melalui dusun Bale,Galunsawae dan Buludua diptong oleh sesar geser Buludua. Bentuk sesar normal Bale ini relative melengkung dimana blok bagian selatan ralatif bergerak turun terhadap blok bagian utara satuan batuan yang tersesarkan terdiri dari satuan napal dan breksi batugamping
Berdasarkan pada umur batuan termuda yang dilalui satuan napal dengan umur Eosen Tengah maka diperkirakan sesar normal Bale terbentu ksetelah Eosen Tengah.
2.      Sesar geser Aledjang
Sesar geser Aledjang terdapat adi sebelah barat laut dan merupakan sesar geser yang bersifat dexiral. Sesar geser ini mempunyai arah pergeseran relative ke timur laut-baratdaya denga npanjang pergeseran sekitar 200 m. sesar geser ini dicirikan oleh zona-zona hancuran batuan pada satuan napal yang ditemukan pad alereng permukaan gawir di dusun Aledjang.
Berdasarkan pada umur batuan yang termuda yan gdilalui maka diperkirakan bahwa sesar geser Aledjang terbentuk setelah Miosen Akhir.
3.      Sesar geser Buludua
Sesar geser Buludua terdapat disebelah baratlaut dan merupakan sesar geser bersifat adextral. Sesar geser ini arah pergeseranya relative berarah baratlaut, tenggara dengan panjang pergeseran sekitar 2 km. satuan batuan yang dilaluinya terdiri atas napal dan satuan breksi gampingan akibat adanya sesar ini banyak ditemukan mata air  disekitar daerah Bulubua.
Berdasarkan pada batuan termuda yang dilauinya yaitu satuan breksi vulkanik maka diperkirakan sesar ini terbentuk setelah Miosen Akhi
B.       Struktur Regional Daerah Bulu Bottosowa dan Sekitarnya
Kekar (joint) merupakan rekahan pada batuan, dimana tidak ada atau sedikit sekali mengalami pergeseran (Billings,1968). Halhal yang diidentifikasi dalam pengamatan karakteristik kekar di lapangan, meliputi posisi kekar pada singkapan batuan, mengukur kedudukan kekar, serta pengambilan data kekar.
Adapun kriteria penentuan jenis kekar pada daerah penelitian umumnya berdasarkan bentuk. Klasifikasi kekar berdasarkan bentuknya, (Hodgson dalam Asikin, 1979) terdiri atas :
ü  Kekar sistematik, yaitu kekar yang umumnya selalu dijumpai dalam bentuk pasangan. Tiap pasangannya ditandai oleh arahnya yang serba sejajar atau hampir sejajar jika dilihat dari kenampakan di atas permukaan.
ü  Kekar tak sistematik, yaitu kekar yang tidak teratur susunannya, dan biasanya tidak memotong kekar yang lainnya dan permukaannya selalu melengkung dan berakhir pada bidang perlapisan.
Kami mendapat kekar pada pengukuran di stasiun 3, di stasiun ini kami melakukan pengukuran diberbagai tempat, ada yang dibawah rumah dan disamping perumahan. Berdasarkan bentuknya, kekar yang dijumpai pada daerah penelitian adalah kekar sistematik yang ditandai dengan kekar yang berpasangan, saling berpotongan dan membentuk pola tertentu.
Tabel data kekar
No
Strike
(NoE)
Dip
(..o)
1
150
550
2
100
50
3
212
68
4
120
84
5
167
27
6
332
32
7
40
45
8
155
46
9
202
88
10
9
44
11
188
52
12
334
25
C.       Bahan Galian (pemanfaatan)
Bahan galian merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat potensial mencakup di dalamnya adalah segala jenis sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat. Definisi bahan galian adalah bahan yang dijumpai di alam baik berupa unsur kimia, mineral, bijih atapun segala macam batuan. Dalam pengertiannya termasuk bahan yang terbentuk padat misalnya emas, perak, batugamping, lempung dan lain – lain yang berbentuk cair misalnya minyak bumi, yodium dan lain – lain, sedangkan yang berbentuk gas, misalnya gas alam ( Sukandarrumidi, 1999 ).
Pemanfaatan bahan galian di Indonesia, diatur dalam Undang – Undang  Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2009 pada bab vi pasal 34 tentang usaha pertambangan. Dalam pasal tersebut usaha pertamabangan dibagi menjadi 3 ayat, yaitu :
1.      Usaha pertambangan dikelompokkan atas :
a.    Pertambangan mineral, dan
b.    Pertambangan batubara.
2.      Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digolongkan atas :
a.    Pertambangan mineral radioaktif,
b.    Pertambangan mineral logam,
c.    Pertambangan mineral bukan logam dan
d.   Pertambangan batuan.
3.      Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu komoditas tambang ke dalam suatu golongan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.





BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian morfologi pada daerah Dacipong Kabupaten Barru Sulawesi Selatan ialah bahwa pada daerah ini terdapat berbagai macam relief, baik dalam bentuk pegunungan, bukit, maupun sungainya. Serta berbagai macam litologi di dalamnya seperti batuan beku, sedimen dan metamorf serta berbagai bentuk data geomorfologi seperti tata guna lahan, tingkat pelapukan, vegetasi, soil, dan sebagainya.














LAMPIRAN
Gambar 1. Satuan Batu Gamping
Gambar 2. Satuan serpih
Gambar 3. Satuan serpih
Gambar 4. Satuan batuan gamping
Gambar 5. Satuan batuan pasir
Gambar 6. Satuan batu gamping
Gambar 7. Intrusi gabro





Tidak ada komentar:

Posting Komentar