A.
Judul : METODE
MUSKINGUM
B.
Tujuan
Intruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu memahami dam
mengetahui metode Muskingum
C.
Tujuan
Intruksional Khusus
1. Mahasiswa
diharapkan mampu mengetahui dan memahami Pengertian Banjir.
2. Mahasiswa diharapkan mampu memprediksi
banjir pada suatu wilayah.
3. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya banjir.
4. Mahasiswa
diharapkan mampu melacak aliran banjir dengan metode muskingum.
5. Mahasiswa
diharapkan mampu menggambar hidrograf aliran banjir (aliran masuk dan keluar).
6. Mahasiswa
diharapkan mampu mengetahui dan memahami Formula perhitungan periode banjir.
D.
Materi
1.
Banjir
Banjir merupakan fenomena alam
yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai.
Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air
di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut.
Dalam cakupan pembicaraan yang luas,
kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada
bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita
dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi dominan
ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.
Aliran Permukaan = Curah Hujan – (Resapan ke dalam tanah + Penguapan
ke udara)
Air hujan sampai di permukaan Bumi dan mengalir di permukaan Bumi, bergerak
menuju ke laut dengan membentuk alur-alur sungai. Alur-alur sungai ini di mulai
di daerah yang tertinggi di suatu kawasan, bisa daerah pegunungan, gunung atau
perbukitan, dan berakhir di tepi pantai ketika aliran air masuk ke laut.
Secara sederhana, segmen aliran sungai itu dapat kita bedakan menjadi
daerah hulu, tengah dan hilir.
a)
Daerah hulu:
terdapat di daerah pegunungan, gunung atau perbukitan. Lembah sungai sempit dan
potongan melintangnya berbentuk huruf “V”. Di dalam alur sungai banyak
batu yang berukuran besar (bongkah) dari runtuhan tebing, dan aliran air sungai
mengalir di sela-sela batu-batu tersebut. Air sungai relatif sedikit. Tebing
sungai sangat tinggi. Terjadi erosi pada arah vertikal yang dominan oleh aliran
air sungai.
b)
Daerah tengah:
umumnya merupakan daerah kaki pegunungan, kaki gunung atau kaki bukit.
Alur sungai melebar dan potongan melintangnya berbentuk huruf “U”. Tebing
sungai tinggi. Terjadi erosi pada arah hizontal, mengerosi batuan induk. Dasar
alur sungai melebar, dan di dasar alur sungai terdapat endapan sungai yang
berukuran butir kasar. Bila debit air meningkat, aliran air dapat naik dan menutupi
endapan sungai yang di dalam alur, tetapi air sungai tidak melewati tebing
sungai dan keluar dari alur sungai.
c)
Daerah hilir:
umumnya merupakan daerah dataran. Alur sungai lebar dan bisa sangat lebar
dengan tebing sungai yang relatif sangat rendah dibandingkan lebar alur. Alur
sungai dapat berkelok-kelok seperti huruf “S” yang dikenal sebagai “meander”.
Di kiri dan kanan alur terdapat dataran yang secara teratur akan
tergenang oleh air sungai yang meluap, sehingga dikenal sebagai “dataran
banjir”. Di segmen ini terjadi pengendapan di kiri-dan kanan alur sungai pada
saat banjir yang menghasilkan dataran banjir. Terjadi erosi horizontal yang
mengerosi endapan sungai itu sendiri yang diendapkan sebelumnya.
Dari karakter segmen-segmen aliran sungai itu, maka dapat dikatakan bahwa :
a)
Banjir
merupakan bagian proses pembentukan daratan oleh aliran sungai. Dengan banjir,
sedimen diendapkan di atas daratan. Bila muatan sedimen sangat banyak, maka
pembentukan daratan juga terjadi di laut di depan muara sungai yang dikenal
sebagai “delta sungai.”
b)
Banjir yang
meluas hanya terjadi di daerah hilir dari suatu aliran dan melanda dataran di
kiri dan kanan aliran sungai. Di daerah tengah, banjir hanya terjadi di dalam
alur sungai.
2. Faktor Terjadinya Banjir &
Prediksi Banjir
Masalah banjir
akhir-akhir ini menjadi pandangan publik yang memilukan. Dalam beberapa dekade
terakhir ini, masih kental dalam ingatan bahwa musim hujan selalu memaksa orang
untuk mempersiapkan diri lebih dini dalam menyongsongnya karena datangnya
banjir dapat merendam wilayah mereka.
Terdapat beberapa faktor
penyebab terjadinya banjir. Diantaranya adalah faktor iklim ekstrik (hujan
ekstrim), faktor penurunan daya dukung daerah aliran sungai (DAS)
termasuk di dalamnya faktor pola pembangunan sungai, faktor kesalahan
perencanaan dan implementasi pengembangan kawasan, faktor kesalahan konsep
drainase dan faktor sosio-hidraulik (kesalahan perilaku masyarakat
terhadap komponen hidrologi-hidraulik).
Dalam peraturan pemerintah
DAS dibatasi sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya
sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak
sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi untuk menampung air yang
berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya, penyimpanannya serta
pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam sekelilingnya demi
keseimbangan daerah tersebut.
Perkembangan pembangunan di bidang
permukiman, pertanian, perkebunan, industri, eksploitasi sumber daya alam
berupa penambangan, dan ekploitasi hutan menyebabkan penurunan kondisi
hidrologis suatu daerah aliran sungai (DAS). Gejala penurunan fungsi hidrologis
DAS ini dapat dijumpai di beberapa wilayah Indonesia, Seperti
di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan, terutama sejak tahun
dimulainya Pelita I yaitu pada tahun 1972. Penurunan fungsi hidrologis tersebut
menyebabkan kemampuan DAS sebagai penyimpan air pada musim kemarau dan kemudian
dipergunakan melepas air sebagai “base flow” pada musim kemarau, telah
menurun. Ketika air hujan turun pada musim penghujan air akan langsung mengalir
menjadi aliran permukaan yang kadang-kadang menyebabkan banjir dan sebaliknya
pada musim kemarau aliran “base flow” sangat kecil bahkan pada beberapa
sungai tidak ada aliran sehingga ribuan hektar sawah dan tambak ikan tidak
mendapat suplai air tawar.
Faktor
hujan sangat berpengaruh terhadap jumlah/debit air dalam DAS. Oleh karena itu
perlu diprediksi peluang terjadinya hujan. DAS sebagai wilayah tangkapan air
hujan yang akan ke sungai yang bersangkutan. Perubahan fisik yang terjadi di
DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi DAS terhadap banjir.
Prediksi curah hujan dilakukan dengan komputasi model ARIMA menggunakan Minitab
13.
ARIMA merupakan salah satu model yang
berbasis pada metode time series, yaitu metode yang berdasarkan pada
nilai-nilai suatu perubah yang telah terjadi pada waktu lampau. Tujuannya
adalah untuk menentukan pola historis data yang kemudian digunakan untuk
mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa yang akan datang. Dalam metode time
series, proses atau hubungan antara masukan dan keluaran sangat diperhitungkan
(tidak diabaikan).
3.
Hidrograf
Banjir (flood hydrograph)
Hidrograf
banjir (flood hydrograph) adalah discharge hydrograph pada saat
aliran dalam keadaan banjir, bentuknya seperti bentuk Lonceng miring
kekanan. Hidrograf sangat penting dalam analisis hidrologi seperti
menghitung jumlah air sungai, jumlah sedimen yang diangkut aliran,
analisis respon DAS , analisis hubungan hujan dengan aliran.
Karakteristik Hidrograf
banjir di sungai disebabkan oleh hujan tunggal atau hujan ganda. Hujan ganda
menyebabkan terjadinya hidrograf banjir dengan dua puncak.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi hidrograf banjir suatu sungai :
a)
bagian lengkung naik
sampai puncak dipengaruh oleh karakteristk hujan (jumlah, intensitas,
penyebaran) dan hujan sebelumnya.
b)
bagian turun,
dipengaruhi oleh pelepasan air dari simpanan air di DAS, simpanan air dalam
alur sungai, simpanan lengas tanah dan simpanan air tanah.
Pasangan
data hujan dalam bentuk hidrograf dan data aliran dalam bentuk hidrograf banjir
sangat berguna untuk analisis hubungan hujan dengan debit aliran banjir :
parameter hidrologinya adalah :
a)
puncak banjir (Qp)
b)
waktu konsentrasi (Time
of concentration or time lag) = Tc
c)
waktu mencapai puncak (time
to peak) = Tp
d)
waktu dasar (time
base) = Tb
e)
jumlah hujan
f)
intensitas hujan
g)
koefisien aliran
4.
Penulusuran
banjir dengan Metode Muskingum
Penulusuran banjir merupakan hitungan
hidrograf banjir di suatu lokasi sungai yang didasarkan dengan hidrograf banjir
di lokasi lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri dengan tujuan :
a)
Mengetahui hidrograf
banjir suatu lokasi yang tidak mempunyai pengamatan muka air,
b)
Peramalan banjir jangka
pendek,
c)
Perhitungan hidrograf
banjir hilir berdasarkan hidrograf hulu.
Salah satu
metode penulusuran banjir secara hidrologi adalah dengan metode muskingum, yang
dikembangkan pertama kali oleh US Army Corp Of Engineer dan Mc. Carthy, 1935
(dalam chow, 1964) untuk penulusuran banjir di sungai muskingum di negara
bagian Ohio, Amerika Serikat. Metode ini menerapkan parameter tampungan (K) dan
faktor pembobot X dengan cara konvensional, baru kemudian menetapkan parameter
penulusuran (Ci), dalam penulusuran ini di anggap tidak ada aliran lateral yang
masuk.
Penelusuran
Banjir adalah suatu metode di mana variasi debit terhadap waktu pada suatu
titik pengamatan ditentukan. Tujuan Penelusuran Banjir adalah
a)
Prakiraan banjir jangka
pendek
b)
Perhitungan hidrograf
satuan untuk berbagai titik di sungai dari hidrograf satuan di suatu titik di
sungai tersebut
c)
Prakiraan kelakuan
sungai setelah melewati palung
d)
Derivasi hidrograf
sintetik.
Penelusuran
banjir adalah merupakan prakiraan hidrograf di suatu ttik pada suatu aliran
atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik lain.
Hidrograf banjir dapat ditelusuri lewat palung sungai atau lewat waduk.
Pada
dasarnya penelusuran banjir lewat palung sungai merupakan aliran tidak lunak
(non steady flow), maka dapat dicari penyelesaiannya. Karena pengaruh gesekan
tidak dapat diabaikan, maka penyelesaian persamaan dasar alirannya akan sulit.
Dengan menggunakan karakteristik atau finite difference akan dapat diperoleh
penyelesaian yang memadai, tetapi masih memerlukan usaha yang sangat besar.
Analisis Data Debit Banjir
Dalam analisis
untuk merumuskan persamaan kontinuitas, waktu t harus dibagi menjadi periode – periode delta t yang lebih kecil, yang di namakan periode pelacakan (routing
periode), periode pelacakan ini harus dibuat lebih kecil dari waktu tempuh dalam
bagian memanjang sungai tersebut, sehingga selama periode pelacakan delta t tersebut, puncak banjirnya tidak
dapat menutup bagian memanjang sungai secara menyeluruh, persamaan kuantitas
yang umum digunakan dalam pelacakan aliran atau banjir adalah
I = D = dS/dt . . . . . . . . .
Dimana :
I : Debit yang
masuk kedalam permulaan bagian memanjang sungai (debit inflow).
D : Debit yang
keluar dari akhir bagian memanjang sungai (debit outflow)
dS : besarnya
tampungan (stroage) dalam bagian memanjang sungai
dt : periode
pelacakan (debit, jam dan hari)
kalau periode pelacakan diubah dari dt menjadi Delta,
maka :
I = (I1
+ I2) / 2
D = (D1
+ D2) / 2
dS = S1
– S2
dan rumus sebelumnya dapat diubah menjadi
(I1
+ I2) / 2 + (D1 + D2) / 2 = S2 – S3 . . . . . .
Dalam mana
indeks – indeks 1 merupakan keadaan pada saat permulaan periode pelacakan, dan
indeks – indeks 2 merupakan keadaan pada akhir periode pelacakan, dalam
persamaan tersebut :
I1 dan I2 dapat diketahui dari hidrograf debit masuk.
D1 dan S1 dapat diketahui dari periode sebelumnya.
D2 dan S2 tidak diketahui.
Ini berarti
diperlukan persamaan kedua, kesulitan tersebut dalam pelacakan banjir lewat
bagian sungai ini terletak pada mendapatkan persamaan kedua ini. Pada pelacakan
aliran melalui waduk, persamaan tersebut lebih sederhana yaitu D2 = f (S2), tetapi pada pelacakan
melalui bagian sungai besarnya tampung tergantung dari debit masuk dan debit
keluar. Persamaan yang menyangkut hubungan S
dan D pada bagian sungai hanya
berlaku untuk hal – hal yang khusus yang bentuknya yaitu :
S
= K [x1 + (1 – x ) D ] ...........
K dan x di
tentukan oleh hidrograf debit masuk dan debit keluar yang masing – masing di
amati pada saat yang bersamaan, sehingga hanya berlaku untuk bagian memanjang
sungai yang terpilih.
Faktor x merupakan faktor penimbang yang
besarnya berkisar antara 0 – 1,
biasanya lebih kecil dari 0,5 dan
dalam banyak hal besarnya kira-kira sama dengan 0,3. Karena x mempunyai
dimensi volume, sedangkan I dan D berdimensi debit, maka K harus dinyatakan dengan dimensi waktu
(jam atau hari).
[(I1
+ I2) / 2] t – [(D1 + D2) / 2] t = S2 – S1
Dan
K
[(I2 – I1) + ( 1 – x ) (D2 – D1) = S2 – S1
Dapat disederhanakan menjadi persamaan :
D2
= C0I2 + C1I1 + C2D1 . . . . .
Dengan :
C0 = - ( Kx – 0, 5t ) / ( K – Kx + 0, 5t )
C1 = ( Kx + 0, 5t ) / ( K – Kx + 0, 5t )
C2 = ( K – Kx – 0,5t ) / ( K – Kx + 0,5t)
Data yang
diperoleh adalah data debit banjir dengan metode Automatic Water Level Recorder
(AWLR) yang diperoleh dari stasiun hujan. Konsep penelusuran banjir dengan
metode Muskingum adalah konsep tampungan. Ada 2 bagian tampungan yang akan
terjadi akibat masukan (inflow) dan keluaran (outflow) pada sungai yaitu :
a)
Tampungan prismatik
(Sp), dan
b)
Tampungan Baji (Sw)
Tampungan baji (Sw) terjadi pada saat gelombang dan debitnya selalu lebih besar dari
debit keluaran, pada dasarnya cara Muskingum dinyatakan sebagai tampungan yang
dinyatakan juga sebagai fungsi linear, secara garis besar fungsi linear
tersebut dirumuskan sebagai berikut :
Sw = KX (I = O) ..............................................................
1
Sedangkan tampungan
prismatik dirumuskan :
Sp = KO ..............................................................
2
Dengan
demikian maka :
S = Sw + Sp
= KX ( I – O ) + KO
= K [XI
+ ( I – X ) O] ..............................................................
3
Secara umum
dapat dituliskan sebagai berikut :
S = b/a [XI m/n + (
I – X ) O m/n ] ..............................................................
4
Dengan :
b/a = K :
Tetapan Tampungan (Stroge Constant)
X : Faktor
Pembobot untuk I dan O, dimana jika :
X : 0, untuk penelusuran reservoir, tampungan tergantung dari debit keluaran.
X :
0,5 . berarti bobot I dan O sama, untuk saluran uniform.
m/n : pada umumnya dianggap sama dengan satu.
Penentuan Konstanta-Konstanta penelusuran
Dengan demikian persamaan 3
sama dengan persamaan 4. Perumusan
persamaan dalam metode ini adalah persamaan kontiuntas yang umum di pakai dalam
penelusuran banjir :
I – O = S .......................................... 5
Atau bila
dinyatakan dalam waktu tertentu t , maka :
0,5 (I1 + I2
) t – 0,5 (O1 + O2 ) t = S1 – S2 ........................................ 6
Sehingga
dengan cara Muskingum persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan:
O2 =
C0 I2 + C1 I1 + C2 O1
............................................. 7
Dengan :
C0 = (t – 2KX ) /
[2K (1 – X ) + t ] ............................................ 8
C1 = (t + 2KX ) /
[2K (1 – X ) + t ] ............................................ 9
C2 = [2K (1 – X) – t
/ [2K (1 – X ) + t] ........................................... 10
Pemilihan
di tetapkan
sedemikian sehingga diperoleh hidrograf yang baik. Nilai
biasanya di ambil :
2KX ≤
t ≤ K ................................... 11
Prinsip dasar penyelesaian
perhitungan banjir dengan metode muskingum adalah kelengkapan data pengukuran
debit pada bagian hulu dan hilir sungai yang di dapatkan pada waktu yang
bersamaan. Pengukuran ini sangat penting untuk mendapatkan nilai tampungan yang
terjadi pada penampung sungai yang ditinjau, nilai ini yang akan digunakan
untuk menentukan nilai X dan K, akan tetapi , dalam penelitian ini
nilai X dan K tidak dihitung sesuai dengan perumusan yang ada karena ketiadaan
data pengukuran debit pada bagian hilir sungai. Nilai X dan K ditentukan
dengan cara coba-coba dengan menetapkan range untuk kedua koefisien tersebut. X adalah nilai yang menunjukkan
kemiringan suatu sungai , semakin curam kemiringannya maka nilai X semakin besar. Pada umunya nilai X berkisar antara 0,1 – 0,3 . sedangkan K
adalah harga dengan satuan waktu dan juga disebut koefisien penampungan yang
kira-kira sama dengan waktu perpindahan banjir dalam bagian sungai yang
ditinjau. (Suyono Sosrodarsono).
Contoh perhitungan dengan metode Muskingum
Diketahui : Ratapan
debit (x) = 0,2
Tetapan
waktu penimbunan (k) = 2 hari
Interval
Waktu (t) = 1 hari
Ditanya : a.
Tetapan metode muskingum ?
b.
Lacaklah aliran banjir ?
c.
Gambarlah Hidrograf aliran masuk dan keluar ?
Jawab :
a)
Tetapan metode
muskingum
C0 =
=
=
= 0,1
C1 =
=
=
= 0,4
C2 =
=
=
= 0,5
D2 = C0I2
+ C1I1 + C2D1
b)
Pelacakan aliran
banjir.
waktu
|
Debit (i)
(cms)
|
Co . i
(cms)
|
C1. i (cms)
di atasnya
|
C2 . Di
(cms)
|
D2
(cms)
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7-25
|
60
|
|
|
|
|
26
|
90
|
9
|
24
|
30
|
63
|
27
|
130
|
13
|
36
|
31,5
|
80,5
|
28
|
207
|
20,7
|
52
|
40,25
|
112,95
|
29
|
240
|
24
|
82,8
|
56,475
|
163,275
|
30
|
280
|
28
|
96
|
81,638
|
205,638
|
31
|
302
|
30,2
|
112
|
102,819
|
245,019
|
8-1
|
290
|
29
|
120,8
|
122,510
|
272,31
|
2
|
230
|
23
|
116
|
136,155
|
275,155
|
3
|
202
|
20,2
|
92
|
137,578
|
249,778
|
4
|
160
|
16
|
80,8
|
124,889
|
221,689
|
5
|
145
|
14,5
|
64
|
110,8445
|
189,3445
|
6
|
130
|
13
|
58
|
94,6725
|
165,6723
|
7
|
120
|
12
|
52
|
82,836
|
146,836
|
8
|
112
|
11,2
|
48
|
73,42
|
132,618
|
9
|
105
|
10,5
|
44,8
|
66,309
|
121,604
|
10
|
99
|
9,9
|
42
|
60,8045
|
112,7045
|
11
|
93
|
9,3
|
39,6
|
56,352
|
105,252
|
12
|
87
|
8,7
|
37,2
|
52,626
|
98,526
|
13
|
82
|
8,2
|
34,8
|
49,263
|
92,263
|
14
|
77
|
7,7
|
32,8
|
46,132
|
86,632
|
15
|
73
|
7,3
|
30,8
|
43,316
|
81,416
|
DAFTAR PUSTAKA
Dr.Ir.Sri.Harto,BR,
Dip,H 1990. Diktak Analisis HIdrologi.
Pusat antar universitas ilmu.Yogyakarta
Soewarno,
1991. Hidrologi: Pengukuran dan
Pengolahan Data Aliran Sungai (Hidrometri). Nova.Bandung.
Sosrodarsono
Suyono. Ir,. 1976. Hidrologi Untuk
Pengairan. Kensaku Takeda PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Suyono,
2006. Modul Potamologi 4.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar