Kamis, 10 April 2014

teori muskingum



A.    Judul        : METODE MUSKINGUM

B.     Tujuan Intruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu memahami dam mengetahui metode Muskingum
C.    Tujuan Intruksional Khusus
1.      Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Pengertian Banjir.
2.      Mahasiswa diharapkan mampu memprediksi banjir pada suatu wilayah.
3.      Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya banjir.
4.      Mahasiswa diharapkan mampu melacak aliran banjir dengan metode muskingum.
5.      Mahasiswa diharapkan mampu menggambar hidrograf aliran banjir (aliran masuk dan keluar).
6.      Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami Formula perhitungan periode banjir.

D.    Materi
1.      Banjir
Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut.
       Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi  dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.
Aliran Permukaan = Curah Hujan – (Resapan ke dalam tanah + Penguapan ke udara)
Air hujan sampai di permukaan Bumi dan mengalir di permukaan Bumi, bergerak menuju ke laut dengan membentuk alur-alur sungai. Alur-alur sungai ini di mulai di daerah yang tertinggi di suatu kawasan, bisa daerah pegunungan, gunung atau perbukitan, dan berakhir di tepi pantai ketika aliran air masuk ke laut.
   Secara sederhana, segmen aliran sungai itu dapat kita bedakan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir.
a)    Daerah hulu: terdapat di daerah pegunungan, gunung atau perbukitan. Lembah sungai sempit dan potongan melintangnya berbentuk huruf “V”. Di dalam alur sungai banyak batu yang berukuran besar (bongkah) dari runtuhan tebing, dan aliran air sungai mengalir di sela-sela batu-batu tersebut. Air sungai relatif sedikit. Tebing sungai sangat tinggi. Terjadi erosi pada arah vertikal yang dominan oleh aliran air sungai.
b)      Daerah tengah: umumnya merupakan daerah kaki pegunungan, kaki gunung atau kaki bukit. Alur sungai melebar dan potongan melintangnya berbentuk huruf “U”. Tebing sungai tinggi. Terjadi erosi pada arah hizontal, mengerosi batuan induk. Dasar alur sungai melebar, dan di dasar alur sungai terdapat endapan sungai yang berukuran butir kasar. Bila debit air meningkat, aliran air dapat naik dan menutupi endapan sungai yang di dalam alur, tetapi air sungai tidak melewati tebing sungai dan keluar dari alur sungai.
c)      Daerah hilir: umumnya merupakan daerah dataran. Alur sungai lebar dan bisa sangat lebar dengan tebing sungai yang relatif sangat rendah dibandingkan lebar alur. Alur sungai dapat berkelok-kelok seperti huruf “S” yang dikenal sebagai “meander”. Di kiri dan kanan  alur terdapat dataran yang secara teratur akan tergenang oleh air sungai yang meluap, sehingga dikenal sebagai “dataran banjir”. Di segmen ini terjadi pengendapan di kiri-dan kanan alur sungai pada saat banjir yang menghasilkan dataran banjir. Terjadi erosi horizontal yang mengerosi endapan sungai itu sendiri yang diendapkan sebelumnya.
Dari karakter segmen-segmen aliran sungai itu, maka dapat dikatakan bahwa :
a)      Banjir merupakan bagian proses pembentukan daratan oleh aliran sungai. Dengan banjir, sedimen diendapkan di atas daratan. Bila muatan sedimen sangat banyak, maka pembentukan daratan juga terjadi di laut di depan muara sungai yang dikenal sebagai “delta sungai.”
b)      Banjir yang meluas hanya terjadi di daerah hilir dari suatu aliran dan melanda dataran di kiri dan kanan aliran sungai. Di daerah tengah, banjir hanya terjadi di dalam alur sungai.


2.      Faktor Terjadinya Banjir & Prediksi Banjir
   Masalah banjir akhir-akhir ini menjadi pandangan publik yang memilukan. Dalam beberapa dekade terakhir ini, masih kental dalam ingatan bahwa musim hujan selalu memaksa orang untuk mempersiapkan diri lebih dini dalam menyongsongnya karena datangnya banjir dapat merendam wilayah mereka.
   Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya banjir. Diantaranya adalah faktor iklim ekstrik (hujan ekstrim), faktor penurunan daya dukung daerah aliran sungai (DAS) termasuk di dalamnya faktor pola pembangunan sungai, faktor kesalahan perencanaan dan implementasi pengembangan kawasan, faktor kesalahan konsep drainase dan faktor sosio-hidraulik (kesalahan perilaku masyarakat terhadap komponen hidrologi-hidraulik).
  Dalam peraturan pemerintah DAS dibatasi sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya, penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah tersebut.
   Perkembangan pembangunan di bidang permukiman, pertanian, perkebunan, industri, eksploitasi sumber daya alam berupa penambangan, dan ekploitasi hutan menyebabkan penurunan kondisi hidrologis suatu daerah aliran sungai (DAS). Gejala penurunan fungsi hidrologis DAS ini dapat dijumpai di beberapa wilayah Indonesia, Seperti di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan, terutama sejak tahun dimulainya Pelita I yaitu pada tahun 1972. Penurunan fungsi hidrologis tersebut menyebabkan kemampuan DAS sebagai penyimpan air pada musim kemarau dan kemudian dipergunakan melepas air sebagai “base flow” pada musim kemarau, telah menurun. Ketika air hujan turun pada musim penghujan air akan langsung mengalir menjadi aliran permukaan yang kadang-kadang menyebabkan banjir dan sebaliknya pada musim kemarau aliran “base flow” sangat kecil bahkan pada beberapa sungai tidak ada aliran sehingga ribuan hektar sawah dan tambak ikan tidak mendapat suplai air tawar.
   Faktor hujan sangat berpengaruh terhadap jumlah/debit air dalam DAS. Oleh karena itu perlu diprediksi peluang terjadinya hujan. DAS sebagai wilayah tangkapan air hujan yang akan ke sungai yang bersangkutan. Perubahan fisik yang terjadi di DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi DAS terhadap banjir. Prediksi curah hujan dilakukan dengan komputasi model ARIMA menggunakan Minitab 13.
   ARIMA merupakan salah satu model yang berbasis pada metode time series, yaitu metode yang berdasarkan pada nilai-nilai suatu perubah yang telah terjadi pada waktu lampau. Tujuannya adalah untuk menentukan pola historis data yang kemudian digunakan untuk mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa yang akan datang. Dalam metode time series, proses atau hubungan antara masukan dan keluaran sangat diperhitungkan (tidak diabaikan).

3.      Hidrograf Banjir (flood hydrograph)
     Hidrograf banjir (flood hydrograph) adalah discharge hydrograph pada saat aliran dalam keadaan banjir, bentuknya seperti bentuk Lonceng miring kekanan. Hidrograf sangat penting dalam analisis hidrologi seperti menghitung jumlah air sungai, jumlah sedimen yang diangkut aliran, analisis respon DAS , analisis hubungan hujan dengan aliran.
     Karakteristik Hidrograf banjir di sungai disebabkan oleh hujan tunggal atau hujan ganda. Hujan ganda menyebabkan terjadinya hidrograf banjir dengan dua puncak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hidrograf banjir suatu sungai :
a)    bagian lengkung naik sampai puncak dipengaruh oleh karakteristk hujan (jumlah, intensitas, penyebaran) dan hujan sebelumnya.
b)      bagian turun, dipengaruhi oleh pelepasan air dari simpanan air di DAS, simpanan air dalam alur sungai, simpanan lengas tanah dan simpanan air tanah.
       Pasangan data hujan dalam bentuk hidrograf dan data aliran dalam bentuk hidrograf banjir sangat berguna untuk analisis hubungan hujan dengan debit aliran banjir : parameter hidrologinya adalah :
a)      puncak banjir (Qp)
b)      waktu konsentrasi (Time of concentration or time lag) = Tc
c)      waktu mencapai puncak (time to peak) = Tp
d)     waktu dasar (time base) = Tb
e)      jumlah hujan
f)       intensitas hujan
g)      koefisien aliran

4.      Penulusuran banjir dengan Metode Muskingum
   Penulusuran banjir merupakan hitungan hidrograf banjir di suatu lokasi sungai yang didasarkan dengan hidrograf banjir di lokasi lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri dengan tujuan :
a)         Mengetahui hidrograf banjir suatu lokasi yang tidak mempunyai pengamatan muka air,
b)        Peramalan banjir jangka pendek,
c)         Perhitungan hidrograf banjir hilir berdasarkan hidrograf hulu.
    Salah satu metode penulusuran banjir secara hidrologi adalah dengan metode muskingum, yang dikembangkan pertama kali oleh US Army Corp Of Engineer dan Mc. Carthy, 1935 (dalam chow, 1964) untuk penulusuran banjir di sungai muskingum di negara bagian Ohio, Amerika Serikat. Metode ini menerapkan parameter tampungan (K) dan faktor pembobot X dengan cara konvensional, baru kemudian menetapkan parameter penulusuran (Ci), dalam penulusuran ini di anggap tidak ada aliran lateral yang masuk.
      Penelusuran Banjir adalah suatu metode di mana variasi debit terhadap waktu pada suatu titik pengamatan ditentukan. Tujuan Penelusuran Banjir adalah
a)         Prakiraan banjir jangka pendek
b)        Perhitungan hidrograf satuan untuk berbagai titik di sungai dari hidrograf satuan di suatu titik di sungai tersebut
c)         Prakiraan kelakuan sungai setelah melewati palung
d)        Derivasi hidrograf sintetik.
      Penelusuran banjir adalah merupakan prakiraan hidrograf di suatu ttik pada suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri lewat palung sungai atau lewat waduk.
      Pada dasarnya penelusuran banjir lewat palung sungai merupakan aliran tidak lunak (non steady flow), maka dapat dicari penyelesaiannya. Karena pengaruh gesekan tidak dapat diabaikan, maka penyelesaian persamaan dasar alirannya akan sulit. Dengan menggunakan karakteristik atau finite difference akan dapat diperoleh penyelesaian yang memadai, tetapi masih memerlukan usaha yang sangat besar.
Analisis Data Debit Banjir
   Dalam analisis untuk merumuskan persamaan kontinuitas, waktu t harus dibagi menjadi periode – periode delta t yang lebih kecil, yang di namakan periode pelacakan (routing periode), periode pelacakan ini harus dibuat lebih kecil dari waktu tempuh dalam bagian memanjang sungai tersebut, sehingga selama periode pelacakan delta t tersebut, puncak banjirnya tidak dapat menutup bagian memanjang sungai secara menyeluruh, persamaan kuantitas yang umum digunakan dalam pelacakan aliran atau banjir adalah

I  = D = dS/dt . . . . . . . . .
Dimana :
I   : Debit yang masuk kedalam permulaan bagian memanjang sungai (debit inflow).
D    : Debit yang keluar dari akhir bagian memanjang sungai (debit outflow)
dS   : besarnya tampungan (stroage) dalam bagian memanjang sungai
dt    : periode pelacakan (debit, jam dan hari)
kalau periode pelacakan diubah dari dt menjadi Delta, maka :
          I      =          (I1 + I2) / 2
          D     =          (D1 + D2) / 2
          dS   =          S1 – S2
dan rumus sebelumnya dapat diubah menjadi
                  (I1 + I2) / 2 + (D1 + D2) / 2 = S2 – S3 . . . . . .
    Dalam mana indeks – indeks 1 merupakan keadaan pada saat permulaan periode pelacakan, dan indeks – indeks 2 merupakan keadaan pada akhir periode pelacakan, dalam persamaan tersebut :
I1 dan I2 dapat diketahui dari hidrograf debit masuk.
D1 dan S1 dapat diketahui dari periode sebelumnya.
D2 dan S2 tidak diketahui.
      Ini berarti diperlukan persamaan kedua, kesulitan tersebut dalam pelacakan banjir lewat bagian sungai ini terletak pada mendapatkan persamaan kedua ini. Pada pelacakan aliran melalui waduk, persamaan tersebut lebih sederhana yaitu D2 = f (S2), tetapi pada pelacakan melalui bagian sungai besarnya tampung tergantung dari debit masuk dan debit keluar. Persamaan yang menyangkut hubungan S dan D pada bagian sungai hanya berlaku untuk hal – hal yang khusus yang bentuknya yaitu :
S = K [x1 + (1 – x ) D ] ...........
K dan x di tentukan oleh hidrograf debit masuk dan debit keluar yang masing – masing di amati pada saat yang bersamaan, sehingga hanya berlaku untuk bagian memanjang sungai yang terpilih.
     Faktor x merupakan faktor penimbang yang besarnya berkisar antara 0 – 1, biasanya lebih kecil dari 0,5 dan dalam banyak hal besarnya kira-kira sama dengan 0,3. Karena x mempunyai dimensi volume, sedangkan I dan D berdimensi debit, maka K harus dinyatakan dengan dimensi waktu (jam atau hari).
[(I1 + I2) / 2] t – [(D1 + D2) / 2] t = S2 – S1
Dan
K [(I2 – I1) + ( 1 – x ) (D2 – D1) = S2 – S1
Dapat disederhanakan menjadi persamaan :
D2 = C0I2 + C1I1 + C2D1 . . . . .
Dengan :
C0       =  - ( Kx – 0, 5t ) / ( K – Kx + 0, 5t )
C1       =  ( Kx + 0, 5t ) / ( K – Kx + 0, 5t )
C2       =  ( K – Kx – 0,5t ) / ( K – Kx + 0,5t)
      Data yang diperoleh adalah data debit banjir dengan metode Automatic Water Level Recorder (AWLR) yang diperoleh dari stasiun hujan. Konsep penelusuran banjir dengan metode Muskingum adalah konsep tampungan. Ada 2 bagian tampungan yang akan terjadi akibat masukan (inflow) dan keluaran (outflow) pada sungai yaitu :
a)         Tampungan prismatik (Sp), dan
b)        Tampungan Baji (Sw)
Tampungan baji (Sw) terjadi pada saat gelombang dan debitnya selalu lebih besar dari debit keluaran, pada dasarnya cara Muskingum dinyatakan sebagai tampungan yang dinyatakan juga sebagai fungsi linear, secara garis besar fungsi linear tersebut dirumuskan sebagai berikut :
Sw = KX (I = O)                                .............................................................. 1
Sedangkan tampungan prismatik dirumuskan :
Sp = KO                                             .............................................................. 2
Dengan demikian maka :
S = Sw + Sp
        = KX ( I – O ) + KO
        = K [XI + ( I – X ) O]                     .............................................................. 3
Secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :
S = b/a [XI m/n + ( I – X ) O m/n ]        .............................................................. 4
Dengan :
     b/a = K            : Tetapan Tampungan (Stroge Constant)
              X                        : Faktor Pembobot untuk I dan O, dimana jika :
     X    : 0, untuk penelusuran reservoir, tampungan tergantung dari   debit keluaran.
                      X    : 0,5 . berarti bobot I dan O sama, untuk saluran uniform.
                 m/n      : pada umumnya dianggap sama dengan satu.
Penentuan Konstanta-Konstanta penelusuran
         Dengan demikian persamaan 3 sama dengan persamaan 4. Perumusan persamaan dalam metode ini adalah persamaan kontiuntas yang umum di pakai dalam penelusuran banjir :
I – O = S                                                         ..........................................  5
Atau bila dinyatakan dalam waktu tertentu t , maka :
0,5 (I1 + I2 ) t – 0,5 (O1 + O2 ) t = S1 – S2         ........................................  6
Sehingga dengan cara Muskingum persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan:
     O2 = C0 I2 + C1 I1 + C2 O1                              .............................................  7
Dengan :
C0 = (t – 2KX ) / [2K (1 – X ) + t ]                ............................................  8
C1 = (t + 2KX ) / [2K (1 – X ) + t ]                ............................................  9
C2 = [2K (1 – X) – t / [2K (1 – X ) + t]          ...........................................  10
      Pemilihan di tetapkan sedemikian sehingga diperoleh hidrograf yang baik. Nilai biasanya di ambil :
2KX    t    K                                               ...................................  11
       Prinsip dasar penyelesaian perhitungan banjir dengan metode muskingum adalah kelengkapan data pengukuran debit pada bagian hulu dan hilir sungai yang di dapatkan pada waktu yang bersamaan. Pengukuran ini sangat penting untuk mendapatkan nilai tampungan yang terjadi pada penampung sungai yang ditinjau, nilai ini yang akan digunakan untuk menentukan nilai X dan K, akan tetapi , dalam penelitian ini nilai X dan K tidak dihitung sesuai dengan perumusan yang ada karena ketiadaan data pengukuran debit pada bagian hilir sungai. Nilai X dan K ditentukan dengan cara coba-coba dengan menetapkan range untuk kedua koefisien tersebut. X adalah nilai yang menunjukkan kemiringan suatu sungai , semakin curam kemiringannya maka nilai X semakin besar. Pada umunya nilai X berkisar antara 0,1 – 0,3 . sedangkan K adalah harga dengan satuan waktu dan juga disebut koefisien penampungan yang kira-kira sama dengan waktu perpindahan banjir dalam bagian sungai yang ditinjau. (Suyono Sosrodarsono).
Contoh perhitungan dengan metode Muskingum
Diketahui :           Ratapan debit (x)                                = 0,2
                             Tetapan waktu penimbunan (k)          = 2 hari
                             Interval Waktu (t)                               = 1 hari
Ditanya :  a. Tetapan metode muskingum ?
                 b. Lacaklah aliran banjir ?
                 c. Gambarlah Hidrograf aliran masuk dan keluar ?


Jawab :
a)      Tetapan metode muskingum
C0       =
            =
          =
         =  0,1

C1              =  
            = 
           =   
           = 0,4

C2      = 
            = 
         = 
         =  0,5
D2     = C0I2 + C1I1 + C2D1





b)        Pelacakan aliran banjir.
waktu
Debit (i)
(cms)
Co . i
(cms)
C1. i (cms)
di atasnya
C2 . Di
(cms)
D2
(cms)
1
2
3
4
5
6
7-25
60




26
90
9
24
30
63
27
130
13
36
31,5
80,5
28
207
20,7
52
40,25
112,95
29
240
24
82,8
56,475
163,275
30
280
28
96
81,638
205,638
31
302
30,2
112
102,819
245,019
8-1
290
29
120,8
122,510
272,31
2
230
23
116
136,155
275,155
3
202
20,2
92
137,578
249,778
4
160
16
80,8
124,889
221,689
5
145
14,5
64
110,8445
189,3445
6
130
13
58
94,6725
165,6723
7
120
12
52
82,836
146,836
8
112
11,2
48
73,42
132,618
9
105
10,5
44,8
66,309
121,604
10
99
9,9
42
60,8045
112,7045
11
93
9,3
39,6
56,352
105,252
12
87
8,7
37,2
52,626
98,526
13
82
8,2
34,8
49,263
92,263
14
77
7,7
32,8
46,132
86,632
15
73
7,3
30,8
43,316
81,416


DAFTAR PUSTAKA


Anonim, 2011,. :/Daerah_Aliran_Sungai_DAS%20%2819.htm. diakses pada tanggal 27 Maret  2011.
Anonim, 2011,. :laporan pengendalian banjir tahap II. diakses pada tanggal 27 Maret 2011.
Dr.Ir.Sri.Harto,BR, Dip,H 1990. Diktak Analisis HIdrologi. Pusat antar universitas ilmu.Yogyakarta
Soewarno, 1991. Hidrologi: Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai (Hidrometri). Nova.Bandung.
Sosrodarsono Suyono. Ir,. 1976. Hidrologi Untuk Pengairan. Kensaku Takeda PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Suyono, 2006. Modul Potamologi 4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar